Sunday, May 15, 2011

MAHASISWA IKIP MATARAM DI TENGAH KONFLIK BERKEPANJANGAN


Konflik yang terjadi di internal IKIP Mataram antara kubu Drs. Fathurrahim Cs dan Yayasan Pembina IKIP Mataram, masih berlanjut hingga sekarang. Yang paling menggenaskan, konflik ini telah menyebabkan kematian M. Ridwan. Lalu bagaimana nasib mahasiswa IKIP selanjutnya?


Tarik Menarik Kekuasaan Sebagai Latar Belakang Konflik
Konflik di internal IKIP Mataram berawal dari pemecatan Yayasan Pembina IKIP Mataram terhadap  Drs.  Fathurrahim beserta jajarannya dengan alasan adanya dugaan penyelewengan dana operasional pendidikan. Maka yang harus dilakukan oleh yayasan adalah membuktikan dugaan tersebut melalui prosedur hukum, sementara itu yayasan harusnya mengangkat pejabat sementara yang memiliki kapasitas legal dalam memimpin IKIP Mataram sampai ada kepastian hukum terkait dugaan tersebut. Barulah setelah terbukti dugaan tersebut, yayasan dapat mengambil mekanisme pemecatan dan selanjutnya mengadakan pemilihan rektor ulang.

Akan tetapi  mekanisme pemecatan yang ditempuh yayasan mengindikasikan adanya tarik menarik kekuasaan di internal IKIP Mataram. Hal ini diperkuat dengan fakta sejarah tentang kondisi yang tidak harmonis di IKIP Mataram. Sebelumnya, Drs. Fathurrahim merupakan rektor terpilih yang menang dalam pemilihan senat pada tahun 2004 lalu, Namun dengan alasan “masih terlalu muda”, yayasan tidak ingin mengesahkan Drs. Fathurrahim sebagai rektor yang sah. Drs.  Fathurrahim  disahkan  yayasan, baru  setelah  adanya  aksi  ribuan mahasiswa yang menuntut pengesahan Drs. Fathurrahim.

Hubungan antara birokrat dan yayasan kembali memanas akibat perdebatan pengelolaan dana operasional dengan prosentase 80% oleh birokrat dan 20% oleh yayasan hingga pada akhirnya  muncul  isu tentang  penyelewengan dana yang kemudian dijadikan legitimasi oleh yayasan untuk memecat Drs. Fathurrahim beserta jajarannya. Mekanisme pemecatan Drs. Fathurrahim beserta jajarannya dan menggantikannya dengan H.L Said Ruphina, SH, MS beserta jajarannya, pada akhirnya menyeret IKIP Mataram berada dalam status yang tidak jelas hingga saat ini.

Mahasiswa Menjadi Korban
Penyelesaian konflik ini masih berlanjut melalui prosedur hukum. Pada tanggal 1 Februari 2007, Pengadilan Negeri Mataram telah mengeluarkan putusan No. 45/PDT.G/2006/PN.MTR yang salah satu pointnya menyatakan bahwa pemberhentian para pejabat struktural IKIP Mataram (Drs. Fathurrahim Cs) yang selanjutnya dikembalikan ke KOPERTIS Wilayah VIII melalui keputusan ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram No. 15/YPIM/VII/2006 tanggal 25 Juli 2006, serta keputusan ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram No. 16/YPIM/VII/2006 tentang pengangkatan H.L Said Ruphina, SH, MS sebagai rektor IKIP Mataram beserta jajaranya (pejabat struktural di lingkungan IKIP Mataram), adalah tindakan melawan hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum apapun.

Maka akibat hukumnya adalah segala kebijakan yang pernah dikeluarkan birokrat IKIP Mataram/Tergugat II (H.L Said Ruphina, SH, MS beserta jajarannya)—seperti ujian semester, penandatanganan  skripsi,  yudisium, wisuda, penandatanganan ijazah/sertifikat, dan lain-lain—adalah batal demi hukum karena disandarkan pada perbuatan melawan hukum.

Akan tetapi putusan Pengadilan Negeri Mataram tidak lagi menjadi putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap yang langsung bisa di eksekusi, karena proses hukum kembali berlanjut setelah yayasan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Mataram.  Maka segala kebijakan yang telah dikeluarkan oleh
yayasan dan rektor IKIP Mataram belum bisa dikatakan sebagai kebijakan yang cacat hukum sampai ada keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Dengan kata lain, IKIP Mataram saat ini berada dalam status yang tidak jelas, khususnya dalam hal kepemimpinan. Masalahnya sekarang adalah, upaya hukum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik ini tidak hanya sampai pada mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, akan tetapi masih ada upaya hukum lainnya yang masih bisa digunakan oleh para pihak, yaitu kasasi dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Artinya jika putusan Pengadilan Tinggi kembali belum dapat menyelesaikan konflik ini, maka para pihak masih bisa melanjutkannya dengan menggunakan upaya hukum yang tersisa, sampai ada putusan yang memiliki  kekuatan hukum yang tetap.

Sementara itu, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik ini dengan menggunakan seluruh upaya hukum, membutuhkan waktu yang tidak singkat. Oleh H.L Said Ruphina, SH, MS melalui seruan yang dikeluarkannya No. 108/F .01/PT/IKIP-Mtr/2007 (dengan tetap mengatasnamakan dirinya sebagai rektor yang sah) menyadari bahwa proses hukum dengan menggunakan seluruh upaya hukum, bisa memakan waktu 5 s/d 10 tahun. Dengan kata lain, IKIP berada dalam status kepemimpinan yang tidak jelas selama proses hukum berjalan.

Maka jelas saja yang paling dirugikan dari konflik ini adalah mahasiswa, karena menjalankan kegiatan-kegiatan akademik yang berdasarkan pada kebijakan-kebijakan yang tidak memiliki kekuatan hukum tetap, karena yang mengeluarkan kebijakan juga berstatus belum jelas. Misalnya saja, sampai hari ini ada 600-an mahasiswa yang telah diwisuda dalam dua periode sejak H.L Said Ruphina memimpin IKIP Mataram, belum lagi mulai tanggal 14-28 April (berdasarkan kalender akademik 2006/2007) adalah batas akhir untuk ujian skripsi sampai wisuda periode II. Dan jika dalam 5-10 tahun ke depan proses hukum baru selesai dengan adanya kekuatan hukum yang tetap, maka semakin banyak mahasiswa yang akan dirugikan. Lalu bagaimana jika memang setelah berakhirnya segala proses hukum dan memiliki kekuatan hukum tetap yang ternyata benar membuktikan bahwa mekanisme yang ditempuh Yayasan Pembina IKIP Mataram untuk memecat Drs. Faturrahim beserta jajarannya dan mengangkat H.L Said Ruphina, SH, MS beserta jajarannya adalah cacat hukum?

Kondisi  terbaru  IKIP  Mataram adalah soal status 3 jurusan baru (Pendidikan Bahasa Jerman jenjang S1, Pendidikan Seni Rupa jenjang S1, dan Pendidikan Guru TK jenjang D2) telah dipastikan tidak mendapatkan ijin operasional. Adapun alasan dari tidak diijinkan untuk beroperasi adalah karena prosedur yang tidak sesuai, seharusnya birokrat  IKIP Mataram tidak menerima mahasiswa terlebih dahulu sebelum mendapatkan legalitas untuk beroperasi. Dari 3 jurusan baru tersebut, untuk jurusan pendidikan  seni  rupa dan pendidikan bahasa Jerman masih ada harapan untuk mendapatkan ijin pengesahan, sedangkan untuk pendidikan guru TK, kemungkinan besar tidak mendapatkan ijin karena jenjangnya D2.

Untuk  menyelesaikan  masalah ini, birokrat menawarkan tiga pilihan; 1) akan mengganti dengan uang, 2) untuk jurusan Pendidikan Seni Rupa akan ditransfer ke Universitas Nusa Tenggara Barat (UNTB), 3) mahasiswa diminta untuk bersabar selama tiga bulan sementara birokrat kembali mengajukan permohonan ijin membuka  tiga  jurusan  tersebut.

Tiga pilihan tersebut adalah pilihan yang benar-benar tidak bertanggungjawab dan sama sekali tidak menguntungkan mahasiswa. Untuk pilihan yang pertama, birokrat benar-benar tidak mau tahu dengan pergorbanan mahasiswa. Tentu bukan hanya biaya pendidikan yang telah dikeluarkan mahasiswa selama mengikuti proses pendidikan, akan tetapi mulai dari biaya pendaftaran, biaya transportasi, biaya akomodasi, biaya konsumsi, membeli perlengkapan kuliah, dan biaya-biaya lainnya. Lalu bagaimana bisa birokrat hanya menawarkan menggantikan biaya pendidikan saja? Penggantian uang bukan hal yang pokok, melainkan soal kehilangan cita-cita mahasiswa tiga jurusan baru tersebut.

Untuk pilihan yang kedua, bagi mahasiswa jurusan Pendidikan Seni Rupa akan ditransfer ke Universitas Nusa Tenggara Barat. Yang harus di ingat, jurusan yang ada di UNTB bukanlah jurusan seni rupa, melainkan jurusan seni murni, apalagi kalau jenjangnya adalah D3. Dan bagaimana dengan mahasiswa jurusan bahasa Jerman dan Pendidikan Guru TK?

Untuk pilihan yang ketiga bahwa mahasiswa diminta bersabar selama 3 bulan sementara birokrat mencoba mengajukan kembali permohonan ijin pembukaan tiga jurusan baru dengan harapan besar untuk diterima, adalah alasan yang sangat menggelikan sekaligus tidak masuk akal. Bagaimana bisa permohonan ijin diajukan oleh birokrat yang status hukumnya juga masih belum jelas? Kalaupun dalam waktu tiga bulan birokrat mampu mendapatkan ijin, pilihan ini akan menjadi pilihan yang masih menyisakan persoalan yang harus diselesaikan di kemudian hari. Yang harus di ingat bahwa status kepemimpinan di IKIP Mataram masih belum jelas akibat penyelesaian konflik melalui proses hukum yang masih berjalan dan belum mendapatkan kepastian hukum. Lalu bagaimana bisa, mahasiswa tiga jurusan baru tersebut harus memegang janji dari birokrat yang secara hukum statusnya juga masih belum jelas?

Khusus untuk mahasiswa jurusan PGTK, tidak akan mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di IKIP Mataram lagi, karena dalam ketentuan pasal 8 dan 9 Undang-Undang No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, minimal jenjang guru adalah S1. Kecuali birokrat mengajukan ijin dengan jenjang S1, jika tidak pilihan terakhir adalah menuntut ganti rugi.

Selain persoalan diatas, mahasiswa IKIP Mataram masih dihadapi dengan beberapa persoalan misalnya, pengekangan terhadap kebebasan berekspresi, berorganisasi, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E, atau juga tentang kebijakan bobot SKS yang dihadapi oleh mahasiswa jurusan biologi, dosen yang jarang masuk, status akreditasi dari FPMIPA yang terancam akibat kelalaian birokrat dalam melaksanakan pelaporan rutin, soal kekurangan fasilitas, kenyaman dalam berkuliah, dan lain sebagainya. Persoalan-persoalan ini adalah persoalan-persoalan yang harus diselesaikan dan dipimpin dengan dengan garis yang tepat.

Tuntaskan Persoalan Status Kepemimpinan Yang Sah !
Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh mahasiswa IKIP Mataram, landasan dan sasaran yang cermat dan tepat adalah syarat mutlak agar tuntutan kita mampu menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.  Yang harus dipahami bersama, dari sekian persoalan diatas, status kejelasan kepemimpinan adalah sebab pokok yang harus segera diselesaikan. Sebagai gambaran, bagaimana mungkin kita menuntut soal kejelasan status para sarjana atau menuntut kejelasan status tiga jurusan baru kepada birokrat (H.L Said Ruphina beserta jajarannya) yang status hukumnya juga masih  belum jelas? ini hanya akan menjadikan perjuangan kita menjadi perjuangan yang masih menyisakan  persoalan. Dalam situasi yang sedang pasang, sangat di sayangkan jika kita menyelesaikan persoalaan hanya sepotong-potong/tidak tuntas karena memeta-metakan perjuangan pada kepentingan sekelompok massa. Maka kesimpulannya, tuntutan kejelasan status kepemimpinan di IKIP Mataram harus menjadi panglima dalam memimpin perjuangan sosial-ekonomi mahasiswa.

Jika tuntutan kita, kejelasan status kepemimpinan IKIP Mataram dijadikan sebagai penglima yang memimpin perjuangan hak-hak sosial-ekonomi, maka rejim hari ini tidak kita dijadikan sebagai sasaran dalam melakukan perjuangan menuntut. Maka tindakan kompromi (berunding, berdialog, dsbnya) sudah tidak diperlukan lagi.  Aksi-aksi yang akan kita lakukan di kampus adalah aksi “menelanjangi” kebobrokkan yayasan dan rejim reaksioner Said Ruphina—yang sekaligus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kerja-kerja propaganda dan kampanye massa untuk membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakkan kesadaran massa untuk terlibat dalam perjuangan massa menuntut hak-haknya. Aksi di kampus dapat kita lakukan juga dengan cara memperkuat posisi kita dengan melakukan pemboikotan kampus.

Oleh karena itu, sasaran dalam perjuangan menuntut kita adalah lembaga-lembaga yang secara yuridis memang memiliki kewenangan, dalam hal ini adalah Departement Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Salah satu faktor yang menyebabkan mahasiswa IKIP Mataram dirugikan adalah penyelesaian konflik dengan upaya hukum dengan waktu yang sangat lama. Disisi lain mekanisme peradilan perdata yang digunakan sangat tidak memungkinkan bagi kita untuk melakukan intervensi. Oleh karena itu, menggantungkan perjuangan pada penyelesaian  upaya  hukum  adalah sebuah kekeliruan besar. Maka perjuangan massa dengan garis yang tepat, harus memimpin dalam menyelesaikan  persoalan-persoalan mahasiswa  IKIP Mataram.

(Tulisan ini sudah dimuat di bulletin sebar demokrasi edisi perdana tahun 2005)

0 comments:

Post a Comment