Sunday, May 15, 2011

IKIP MATARAM BERGOLAK, MAHASISWA KEMBALI DI REPRESSIF

Konflik internal IKIP Mataram yang tak berujung menuntut mahasiswa untuk bergerak, akan tetapi mahasiswa kembali mendapatkan tindakan represif dari aparat kepolisian yang berujung pada ditangkapnya 23 orang mahasiwa.


Senin, 9 April 2007, situasi IKIP Mataram kembali bergolak. Sekitar 1000-an orang mahasiswa IKIP Mataram melakukan aksi pemboikotan kampus. Aksi dengan mengambil bentuk paling maju ini pada awalnya hanya merupakan aksi mimbar bebas biasa, akan tetapi melihat perkembangan kesadaran massa yang maju, massa memutuskan untuk melakukan aksi pemboikotan. Aksi ini dimulai pada pukul 09.00 hingga pukul 17.00 setelah dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian dengan menangkap 23 orang mahasiswa.

Aksi boikot yang diambil oleh mahasiswa merupakan bentuk kekecewaan luar biasa akibat kondisi IKIP yang semakin “carut-marut”. Dalam aksi ini, massa mahasiswa menuntut kepastian kepemimpinan yang sah, legalitas tiga jurusan baru, legalitas status sarjana, dan pengusutan kematian M. Ridwan.

Aksi boikot dipilih atas dasar ketidakpercayaan lagi terhadap birokrat (palsu) yang selalu memberikan janji-janji (palsu). Bagaimana bisa mahasiswa akan menerima janji atau harus berunding dengan birokrat yang status hukumnya juga masih belum jelas?  Aksi boikot juga sekaligus menjadi jalan terbaik agar pemerintah segera terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh mahasiswa IKIP Mataram.

Akan tetapi perjuangan (aksi) mahasiswa yang didasari oleh kesadaran untuk memperjuangkan hak-haknya dan sebagai bentuk jaminan terhadap kebebasan berekspresi, berorganisasi, dan mengeluarkan pendapat dimuka umum sebagaimana yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E, kembali mendapatkan tindakan kekerasan dari aparat kepolisian. Akibatnya 23 orang mahasiswa dibawa paksa ke Polresta Mataram. 23 orang tersebut dibawa ke Polresta Mataram dengan alasan akan dimintai keterangan, padahal prosedur yang digunakan jelas-jelas adalah penangkapan karena dibawa secara paksa. Maka jelas kepolisian telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Ditambah lagi dengan status tersangka yang diberikan kepada 23 orang tersebut dengan  alasan  telah  “melakukan tindakan  yang  membuat  perasaan tidak nyaman” (pasal 335 KUHP).

Yang harus diingat bahwa; pertama, kebebasan berekpresi, berorganisasi, dan mengeluarkan pendapat, tidak dapat  dikatakan sebagai tindakan yang membuat perasaan tidak nyaman, akan tetapi sebagai bentuk pengakuan terhadap salah satu hak dasar rakyat yang telah dijamin undang-undang. Kedua,  status tersangka yang diberikan kepada 23 orang kawan tersebut sangatlah tidak masuk akal, karena dalam surat perintah pelepasannya, 23 orang tersebut dilepaskan dengan alasan “tidak memiliki bukti yang cukup”.

Bagaimana bisa, dengan bukti yang tidak cukup, seorang diberikan status tersangka? Maka jelas-jelas kepolisian telah melakukan kesalahan prosedur dan sekaligus mengindikasikan adanya tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini dikarenakan dalam menjalankan tugasnya, polisi hanya menggunakan otot akibat lebih berpihak pada penguasa.

Akan tetapi perjuangan belum berakhir, semangat tidak mengedur, selama penindasan itu masih bercokol,  perlawanan  akan  terus bermunculan. Hal ini dibuktikan dengan aksi long march menuju Polresta Mataram yang diikuti oleh 100-an massa aksi dengan membawa isu mengecam tindakan represif aparat kepolisian terhadap mahasiswa, dan menuntut kepastian kepemimpinan IKIP Mataram,  menuntut legalitas tiga jurusan baru, menuntut legalitas 600-an sarjana, serta menuntut pengusutan kematian M. Ridwan. Setelah melakukan orasi-orasi penngecaman, massa aksi membubarkan aksi pada pukul 13.00 dengan pulang  secara  tertib.

Perjuangan  belum  berakhir, solidkan terus barisan, gelorakan perjuangan massa, tuntut hak-hak kita!

Kronologis Aksi Tanggal 9 April 2007 Berdasarkan hasil kesepakatan rapat antara BPC Mataram, BPK IKIP, dan perwakilan massa tiga jurusan baru, tanggal 9 akan melakukan aksi awal dalam konteks memblejeti kebobrokkan rejim reaksioner dan cacat hukum, Said Ruphina, sebagai tahapan dari kerja membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakan kesadaran massa menuju aksi puncak menuntut penyelesaian persoalan-persoalan IKIP Mataram yang dipimpin oleh penyelesaian status kepemimpinan  IKIP Mataram.

Pukul 09.00.
Aksi di buka oleh korlap, massa aksi saat itu sekitar 200-an orang, dengan mengambil posisi di depan gedung pratama, tengah-tengah kampus IKIP Mataram. Selang beberapa orasi, jumlah massa aksi kian bertambah dan mulai memadati lokasi aksi hingga berjumlah 1000-an orang. Melihat perkembangan  ini, massa  aksi  kemudian  dipimpin  oleh korlap untuk melakukan aksi pemboikotan. Seruan boikot-pun disepakati massa mahasiswa yang memang sudah bosan ditipu.

Pukul 09.30
Massa kemudian beranjak ke gedung rektorat dan mulai melakukan aksi pemboikotan, sasaran pertama adalah ruangan BAU dengan melakukan pengusiran terhadap beberapa orang birokrat (salah satunya adalah Ismail Marzuki). Setelah itu massa aksi menyisir ruangan rektor dan langsung disegel dengan  papan majalah dinding, dan meja bangku, kemudian dilanjutkan dengan memboikot ruangan fakultas dan pengusiran dosen-dosen yang ada di fakultas. Dan kemudian dilanjutkan dengan menyisir seluruh ruangan kelas. Dari hasil menyisir tersebut, ditemukan massa mahasiswa yang sedang beraktifitas perkuliahan (4 kelas). Massa kemudian diminta untuk bergabung dengan memberikan penjelasan tentang aksi yang dilakukan, massa yang sedang berkuliah-pun sepakat dan bergabung dalam aksi. Aksi ini berlangsung hingga pukul 13.30. Dalam rentan waktu ini, sudah ada polisi yang datang sekitar 6 orang, akan tetapi di usir oleh massa aksi sampai keluar kampus.

Pukul 13.30
Setelah massa aksi melakukan aksi pemboikotan, dilanjutkan dengan menutup pagar depan dengan tumpukkan kursi. Setelah itu massa kembali mencar ke beberapa titik, tanpa melakukan aktifitas apa-apa (yang termasuk dalam rangkaian aksi), kecuali di beberapa titik yang ada anggota FMN yang sedang melakukan aktifitas propaganda.

Pukul 15.00
Kepolisian dari polresta datang, satu kijang ditambah dengan yang sudah diusir sebelumnya. Saat itu kondisi massa sedang cair, akibat tidak ada pimpinan yang juga kebingungan dengan apa yang harus dilakukan pasca boikot. Korlap (SMI) beralasan tidak kuat lagi suaranya. Karena dipanggil oleh polisi untuk mempertanyakan aksi tersebut, kawan Ipul (koord. BPC) langsung menyampiri polisi tersebut. Langsung terjadi perdebatan antara kawan Ipul dan beberapa dengan polisi dan PR III.
Polisi dan PR III meminta untuk membongkar pemboikotan, akan tetapi setelah perdebatan yang panas, polisi mengijinkan pemboikotan dan tidak akan membongkarnya. Sempat juga yang diperdebatan dengan status FMN dalam aksi ini. Setelah itu massa aksi  merapatkan barisan dan mulai menduduki rektorat dengan melakukan orasi-orasi.

Pukul 16.00
Pasukan huru-hara dengan kekuatan 20-an personil, buser, reserse mendatangi kampus IKIP Mataram. Sebelumnya ada polisi yang datang lagi dan membongkar pemboikotan pagar dan mulai menuju ke rektorat untuk membuka penyegelan. Akan tetapi mendapatkan penolakan, sehingga polisi tersebut pergi. Awalnya polisi yang bernama RONNY sempat berdialog dengan massa aksi dengan meminjam megapohe  massa  aksi.  Akan tetapi massa aksi mengambilnya kembali karena tidak ingin melakukan kompromi. Akhirnya Ronny berbicara tanpa menggunakan megaphone. Dia juga sempat menyinggung tentang keberadaan mahasiswa dari luar IKIP Mataram yang bersoidaritas. Dari pernyataannya dia memberikan ijin bagi mahasiswa luar IKIP untuk menonton dan meminta untuk memisahkan diri dengan barisan massa aksi. Saat itu satpam dan intel sudah masuk  lewat barisan massa aksi.

Sebelumnya massa aksi berupaya untuk melakukan pemblokiran pasukann polisi dengan menempatkan bangku di depan gedung rektorat. Massa aksi pun tetap melakukan orasi-orasi. Saat itu, massa yang sebelumnya tidak bergabung dengan barisan aksi, mulai turun dan bergabung dalam barisan. Saat yang bersamaan dibawah, depang gedung barat, LMND dan GEMPUR serta MAPALA dengan jumlah 10 orang sedang melakukan orasi-orasi dengan isu yang sama.

Pukul 16.30
Karena massa aksi masih bertahan dan tidak membubarkan diri, Kapolresta Mataram langsung memimpin pasukan untuk mebubarkan paksa massa aksi. Barisan aksi mencar setelah kawan IPUL (koord. BPC) kawan Ebot (BPC), dan Uge (koord. BPK IKIP) ditarik paksa dan ditangkap oleh polisi. Ketiga kawan tersebut sempat mendapatkan aksi pemukulan. Bahkan kawan Ebot sampai dilempar kedalam mobil tahanan.  Selain itu kawan Lukman (BPC), Erwin (BPC), juga ditangkap dan sempat mendapatkan aksi pemukulan. Setelah melakukan pembubaran secara paksa, polisi dan satpam terus melakukan  pengejaran terhadap massa aksi yang sebelumnya sudah menjadi  incaran. Akibatnya 23 orang berhasil di tangkap dan dibawa secara paksa ke Polresta Mataram untuk dimintai keterangan.

Pukul 18.00
23 orang tersebut sudah berada di Polresta dan dimulai pemeriksaan administrasi. Adapun alasan 23 orang mahasiswa yang dibawa ke Polresta adalah untuk dimintai keterangan tentang kejadian tersebut.  Akan tetapi prosedur yang digunakan tidak lagi meminta keterangan melainkan penagkapan karena dibawa  secara paksa. Bahkan beberapa kawan yang baru sampe juga langsung ditangkap; kawan Reza (DPP), Sukron (BPC), Budi (Papernas). Status yang diberikan kepada 23 orang mahasiswa tersebut adalah tersangka, sangat tidak masuk akal karena 23 orang dilepaskan dengan alasan tidak memiliki bukti yang cukup. 23 orang dibebaskan pada pukul 03.00 (subuh).

Nama-nama yang ditangkap :
1.       M. Syaiful (koord. BPC)
2.       Reza (DPP/Staf BPC).
3.       Munawir Haris / Ebot (BPC)
4.       Lukman (BPC)
5.       Sukron (BPC)
6.       Erwin (BPC)
7.       L. Muh. Erwin (BPK IKIP)
8.       L. Zainal (BPK IKIP)
9.       M.  As’ad (BPK IKIP)
10.   L. Muh. Hasan / Uge (Koord. BPK IKIP)
11.   Jimmi (BPK IKIP)
12.   Mario (BPC)
13.   Firmansyah (IKIP  Mataram/FIP)
14.   Wathan Fatoni (IKIP/FPOK)
15.   Syamsulrizal (IKIP/FPOK)
16.   April Wera (IKIP/FPMIPA)
17.   Muslimin (IKIP/FPBS)
18.   Suratman (IKIP/FPBS)
19.   Abdullah (IKIP/FPBS)
20.   Budi (Papernas)
21.   Emma Hilman  (IKIP/FPOK)
22.   Hidayaturrahman  (IKIP/Kimia)
23.   Junaidi (IKIP/Seni Rupa)

(Berita ini sudah dimuat dalam bulletin Sebar Demokrasi Edisi Perdana, 2005)

0 comments:

Post a Comment