Thursday, June 16, 2011

BHP Menjadikan Kampus Sebagai Warung Dengan Menu Yang Sangat Mahal


( Catatan Persiapan Universitas Mataram Menuju Status BHP )

Apa jadinya jika pemerintah melepaskan tanggungjawabnya terhadap pendidikan? Maka kampus tidak akan lagi menjadi  lembaga yang ilmiah dan demokratis, melainkan menjadi  barang dagangan yang sangat mahal


Latar belakang lahirnya BHP.
Ketika berbicara tentang pendidikan, maka kita berbicara tentang hubungan antara hak dasar rakyat dan tanggungjawab Negara, dimana Negara bertanggungjawab sepenuhnya dalam menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyatnya. Hal ini diatur dengan jelas dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa Negara bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan ditegaskan kembali dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen IV) yang mengharuskan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD.

Dalam pidato SBY dihadapan anggota DPR RI pada 16 Agustus 2008, SBY menyatakan anggaran pendidikan akan direalisasikan 20% dari total belanja negara Rp.1.122,2 triliun. Dengan demikian, anggaran untuk pendidikan seharusnya mencapai Rp 224,4 triliun. Akan tetapi, SBY menyebutkan bahwa total anggaran pendidikan dari APBN adalah Rp 118,8 triliun. Itu berarti, ada kekurangan Rp 105,6 triliun yang tidak disebutkan SBY untuk memenuhi 20% anggaran pendidikan pada tahun 2009.

Dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945 dan pasal 49 ayat (1) Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), menyatakan bahwa besarnya dana pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, adalah diluar gaji pendidik dan pendidikan kedinasan. Sementara itu, dari total APBN 2009 yang akan dialokasikan untuk pendidikan, untuk Departemen Pendidikan Nasional Rp 52,0 trilliun, Rp 46,1 trilliun untuk meningkatkan penghasilan guru dan peneliti, dan untuk Departemen Agama sebesar Rp 20,7 trilliun. Sehingga, berdasarkan ketentuan pasal 31 ayat (4) UUD 1945 dan pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas, anggaran pendidikan untuk tahun 2009 sesungguhnya hanya mencapai 4,63% dari total rencana anggaran belanja negara.

Hal ini membuktikan adanya upaya Negara untuk melepaskan tanggungjawabnya terhadap sektor pendidikan. Ini semakin terbukti dengan lahirnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang telah disahkan oleh DPR RI. Secara yuridis, ketentuan tentang BHP diatur dalam pasal 53 Undang-Undang Sisdiknas. Akan tetapi, tentu bukan hanya ketentuan tersebut yang menjadi latar belakang dilahirkannyaUU BHP tersebut. Sesunguhnya UU BHP dirancang tidak terlepas dari kepentingan negeri-negeri imperialis untuk melakukan proses liberalisasi sektor pendidikan di Indonesia.

Pada tahun 1999, pemerintah Indonesia mendapatkan kucuran utang sebesar US$ 400 juta dari IMF (Dana Moneter Internasional), yang kemudian melahirkan penandatanganan kesepakatan Letter of Intent/LoI. Dalam kesepakatan tersebut, pemerintah Indonesia diharuskan untuk melakukan pencabutan subsidi publik, termasuk pendidikan dan kesehatan. Kesepakatan itulah yang kemudian melandasi lahirnya PP 61 Tahun 1999 Tentang BHMN Perguruan Tinggi (menjadikan perguruan tinggi sebagai badan hukum milik negara) yang kemudian diujicobakan di 8 universitas negeri besar di Indonesia yaitu UI, ITB, IPB, UPI, USU, ITS, UNAIR dan UNDIP.

Tidak ada hasil positif dari pelaksanaan BHMN di 8 Perguruan Tinggi tersebut, bahkan kampus terkemuka seperti UI, ITB, UGM, mutu pendidikannya tidak pernah keluar dari posisi 100-an di Asia Pasifik. Yang tersisa dari pelaksanaan BHMN tersebut, hanyalah SPP yang sangat mahal dan fasilitas yang sangat minim.

Pada tahun 2001, pemerintah Indonesia meratifikasi kesepakatan internasional, yakni Kesepakatan Bersama Tentang Perdagangan Jasa (General Agreement On Trade And Service/GATS) dari Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), di mana pendidikan dijadikan sebagai salah satu dari 16 komoditas (barang dagangan). Dengan demikian, para investor kemudian bisa menanamkan investasinya disektor pendidikan (terutama untuk pendidikan tinggi). Kesepakatan inilah yang kemudian melandasi lahirnya UU Sisdiknas.

Kemudian melalui Bank Dunia, pemerintah Indonesia telah mendapatkan kucuran dana utang sebesar US$ 114,54 juta untuk membiayai program Indonesian Managing Higher Education For Relevance And Efficiency (IMHERE) yang disepakati pada Juni 2005 dan berakhir 2011. Program ini bertujuan untuk mewujudkan otonomi perguruan tinggi, efisiensi dan  relevansi perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar. Dari program inilah lahir sebuah rancangan UU BHP. Karena Bank Dunia menganggap anggaran pendidikan terlalu banyak menyedot anggaran dari APBN sehingga harus dipangkas subsidinya. Pemangkasan tersebut juag meliputi anggaran untuk guru dan dosen.

Dari penjelasan diatas, maka jelaslah sudah bahwa kelahiran Badan Hukum Pendidikan diorientasikan untuk melayani kepentingan imperialisme, untuk menjadikan pendidikan sebagai salah satu sektor jasa yang mendatangkan keuntungan yang sangat besar bagi kegiatan investasi, sebaliknya semakin membuat rakyat Indonesia kehilangan akses terhadap pendidikan.

Lalu, apa jadinya jika kampus UNRAM menjadi BHP? UNRAM layaknya restoran mewah dengan menu yang sangat mahal.“Kampus ini adalah warung yang lengkap dengan daftar menu dan harganya, kalau mau silahkan, kalau tidak mampu silahkan cari warung lain” (Zainal Asikin, SH, SU, Maret 2005). Kutipan kalimat tersebut adalah ucapan Zainal Asikin (ketika masih menjadi Dekan Fakultas Hukum Univ. Mataram) saat memberikan “ceramah peringatan” kepada tiga orang anggota FMN Mataram yang melakukan aksi penolakan kebijakan Rektorat UNRAM tentang kenaikan SPP dan perjanjian pra masuk bagi calon mahasiswa UNRAM.

Kampus adalah warung dengan menu yang sangat mahal, itulah konsekuensi yang paling logis jika UNRAM dijadikan sebagai kampus BHP, biaya pendidikan akan menjadi sangat mahal. Hal ini dikarenakan pemerintah yang terus melepaskan tanggungjawabnya terhadap pendanaan pendidikan. Memang dalam pasal 33 RUU BHP, masih mengatur tanggungjawab negara dalam merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD. Akan tetapi, ketentuan  tersebut bertentangan dengan pasal 36 yang menjadikan tanggungjawab negara sebagai hibah. Artinya bahwa, negara tidak memiliki tanggungjawab secara mutlak untuk merealisasikan anggaan 20% dari APBN dan APBD untuk sektor pendidikan.

Pemerintah terus berupaya untuk membodohi rakyat, mengaburkan pandangan rakyat tentang tanggungjawabnya terhadap pendidikan dengan mengatakan bahwa tanggungjawab rakyat dalam hal pembiayaan sangatlah kecil, yakni hanya 1/3 dari total biaya operasional yang dibutuhkan oleh kampus. Hal ini diatur dalam pasal 34 ayat (5). Sementara jumlah 1/3 ini masih belum jelas, tidak memiliki standar yang baku. Jika seperti yang dikatakan oleh Rektor Univ. Mataram saat seminar terbuka (17/1/09) bahwa total biaya operasional Univ. Mataram adalah Rp 100 Milliyar/tahun dengan jumlah mahasiswa sebanyak 14 ribu orang, maka biaya yang harus ditanggung oleh seorang mahasiswa adalah mencapai kisaran Rp 1.300.000,-/semester. Atau dengan kata lain, penerapan BHP di Univ. Mataram, akan menyebabkan kenaikan biaya SPP sebesar 100%.

Pembenaran lainnya terhadap BHP adalah, kampus yang berstatus BHP, dapat menjalankan berbagai kegiatan usaha mandiri dan atau menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai perusahaan sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal 35. Dikatakan bahwa hal ini bertujuan agar dapat meringankan beban mahasiswa dalam menanggung biaya operasional kampus. Kecenderungan yang terjadi adalah, kampus tidak lagi menjadi lembaga pendidikan yang bersandar pada nilai-nilai keilmiahan dan obyektifitas. Melainkan menjadi lembaga yang menjadi pengabdi setia pada perusahaan-perusahaan  tersebut, dengan cara pandang yang syarat akan tendensi kepentingan. Ambil contoh kasus LAPINDO dimana kampus Institut Teknologi Surabaya membela mati-matian melalui berbagai karya ilmiahnya, bahwa PT Lapindo tidak bersalah atas terjadinya semburan lumpur yang telah menenggelamkan beberapa kecamatan.

Jika mengacu pada ketentuan ini, sesungguhnya UNRAM telah menjalankannya dengan konsep Badan Layanan Umum (BLU), sekalipun konsep ini baru diatur secara formal. Misalnya saja program kelas ekstensi yang dibuka dibeberapa fakultas, counter penjualan tiket pesawat di F. Ekonomi, program akreditasi pramugari dan program pra pendidikan advokad di F. Hukum, program-program D3, peminjaman fasilitas kampus untuk keperluan komersial (seperti audiotorium untuk resepsi pernikahan dan sebagainya), kerjasama dengan BNI dengan pendirian Pojok BNI yang bertempat di UPT, kerjasama dengan BPD, Koperasi Pegawai Negeri UNRAM yang berkerjasama dengan PT Indofood, penyediaan lapak perdagangan, dan berbagai kegiatan usaha lainnya.

Dikatakan sebagai usaha mandiri karena seluruh pendapatan dari kegiatan tersebut, sepenuhnya dikelolah oleh UNRAM. Akan tetapi hal ini tidak menjamin bahwa beban biaya yang ditanggung oleh mahasiswa semakin berkurang. Lihat saja bagaimana kampus seperti UI, UGM, ITB, dan beberapa kampus besar yang telah berstatus BHMN, dengan segudang kegiatan usaha yang dimilikinya, biaya pendidikan yang ditanggung oleh mahasiswa tetap saja melangit, mahasiswa tetap saja menjadi sandaran utama. Selain SPP yang semakin mahal, mahasiswa tetap dibebankan dengan berbagai biaya, seperti biaya pembangunan, IOMA, JPKMK, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, tidak ada jaminan bahwa berbagai kegiatan usaha yang akan dilakukan, akan dipergunakan untuk kepentingan mahasiswa. Apalagi jika pengelolaan anggaran kampus, tidak dilakukan secara transparan. Akan tetapi, rektorat UNRAM melakukan pembelaan sebagaimana yang ditulis PR IV UNRAM (Lombok Post, 27/1/08) tentang komposisi Majelis Wali Amanat sebagai pengambil kebijakan, yang mana 2/3 nya berasal dari masyarakat. Belajar dari konsep komite sekolah yang coba  menunjukkan keterwakilan masyarakat dalam sektor pendidikan. Kenyataannya, selama ini banyak sekali kasus penyelewengan kebijakan/kebijakan yang dikeluarkan oleh komite sekolah, sangat memberatkan masyarakat. Karena dengan karakter masyarakat NTB dengan budaya feodal yang sangat kental, keterwakilan masyarakat selalu disimbolkan dengan keterwakilan tokoh-tokoh masyarakat yang selalu mengacu pada status sosial dalam masyarakat. Sehingga jika berbicara tentang besaran biaya pendidikan, maka akan disandarkan pada kemampuan para tokoh masyarakat tersebut, bukan pada kemampuan rakyat miskin yang jumlahnya sangat banyak.

Pembelaan lainnya adalah dengan adanya dewan audit independen yang akan mengaudit keuangan kampus sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 44. Dengan demikian, tidak ada kemungkinan terjadinya penyelewengan anggaran yang dilakukan oleh birokrasi kampus. Jika demkikian, mengapa harus menunggu menjadi BHP, mengapa tidak dari sebelumnya birokrasi kampus UNRAM mengelola anggaran secara transparan sehingga diketahui oleh seluruh mahasiswa?

Persoalan lainnya adalah soal kebebasan berorganisasi dan berekspresi bagi mahasiswa. Dalam UU BHP, tidak ada satu pun pasal yang memberikan jaminan kebebasan berorganisasi dan berekspresi bagi mahasiswa. Padahal kebebasan berorganisasi dan berekspresi merupakan salah satu hak dasar rakyat yang harus dijamin oleh pemrintah sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 28 UUD’ 45.

Sementara itu, BHP tidak hanya akan menindas peserta didik/mahasiswa semata, malainkan juga para guru, dosen, dan karyawan pendidikan lainnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya jaminan pemenuhan hak-hak guru, dosen, dan karyawan pendidikan lainnya yang diatur dalam UU BHP. Dalam ketentuan pasal 47 tentang tenaga pendidik, mengatur bahwa, guru dan dosen tidak akan ada lagi yang berstatus sebagai pegawai negeri yang hak dan kewajibannya diatur dalam Undang-Undang, melainkan sebagai karyawan BHP yang hak dan kewajibannya diatur dalam perjanjian kerja yang ditentukan langsung oleh satuan lembaga pendidikan/kampus yang berstatus BHP tersebut.

Jika dengan adanya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan saja masih banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak tenaga kerja, apalagi jika tidak ada Undang-Undang yang melindungi hak-hak dari karyawan pendidikan. Maka kesejahteraan tenaga pendidikan hanya menjadi  mimpi  semata, dan PHK pun semakin rentan terjadi. Inilah bentuk kongkret dari pelepasan tanggungjawab Negara terhadap tenaga kerja di Indonesia, yang menyerahkan pemenuhan hak-hak tenaga kerja, langsung pada mekanisme pasar.

Dari sekian penjelasan diatas, maka jelaslah sudah bahwa BHP hanya akan menjadikan kampus sebagai warung dengan menu yang sangat mahal yang berdampak pada semakin banyaknya rakyat yang tidak dapat menikmatinya. Dan masih banyak lagi bentuk penindasan terhadap rakyat yang diberikan ruang oleh adanya UU BHP. Jika demikian, apakah kita mau jika kampus kita dijadikan BHP? Jika tidak, mari kita berjuang menolak BHP!

(Tulisan ini sudah dipublikasikan di Bulletin Sebar Demokrasi edisi Februari 2009)

6 comments:

I know this if off topic but I'm looking into starting my own weblog and was wondering what all is needed to get setup? I'm assuming having a blog like yours
would cost a pretty penny? I'm not very web smart so I'm
not 100% certain. Any suggestions or advice would be greatly appreciated. Appreciate it
Also visit my homepage : Zulily coupon code

Cool blog! Is your theme custom made or did you download it from somewhere?
A theme like yours with a few simple adjustements would really make my blog stand out.
Please let me know where you got your design. Thank you

My blog post domain names for sale

Piece of writing writing is also a fun, if you know after that you can write if not it
is complicated to write.

Also visit my blog post; ironmaster adjustable dumbbells

Good post. I learn something new and challenging on blogs
I stumbleupon everyday. It's always helpful to read articles from other writers and practice something from their web sites.

My blog post ... hotgirlsexcam.com

Hey! I just wanted to ask if you ever have any issues with hackers?
My last blog (wordpress) was hacked and I ended up losing many months of hard work due to no data backup.

Do you have any methods to prevent hackers?


My web-site - wildpartygirls.org

hello!,I like your writing very much! percentage we keep up a correspondence extra
about your article on AOL? I require a specialist on this space to
solve my problem. Maybe that is you! Having a look forward to look you.



Also visit my web blog - xxx video

Post a Comment